Sabtu, 10 Maret 2012

Asosiasi BPD Nilai Program Agro Industri Pemda ‘Tong Kosong’


Sumbawa Barat, SE.
Asosiasi Badan Serwakilan Desa (BPD) se Sumbawa Barat menilai  kampanye program  agro industri pertanian yang digagas pemerintah ‘Tong Kosong Nyaring Bunyinya’. Pintar konsep tapi tidak nyata.
Ketua Asosiasi BPD Sumbawa Barat, Herman Jayadi, di ibu kota Taliwang, Selasa (6/2), mengemukakan kondisi pertanian di Sumbawa Barat belum mampu mengangkat pendapatan petani agar sejahtera. Faktanya, setiap tahun harga gabah anjlok.
“Ada memang pengamanan harga gabah, tapi sedikit.  Tahun ini kalau tidak salah ada Rp 250  juta. Jumlah itu sedikit sekali dibandingkan kapasitas produksi gabah  Brang Rea yang mencapai ribuan ton sekali panen,” kritiknya, berbicara disela-sela menghadiri Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat Kabupaten, di Grand Royal Taliwang.
Selain mahalnya peralatan pertanian (Saprodi), pupuk, obat-obatan serta bibit, tidak adanya gudang dan lantai jemur semakin memperburuk kualitas gabah petani.
 “Setiap Musrenbang bosan kami ajukan hal yang itu-itu saja. Petani sudah capek dan muak. Katanya agro industri tapi kerjanya tidak fokus,” celoteh Herman, didampingi Camat Brang Rea, Nurjahman.
Aosiasi BPD berpendapat, yang utama  dibangun pemerintahan Bupati, KH. Zulkifli Muhadli adalah gudang induk berkapasitas besar. Setelah itu lalu lantai jemur. Kenapa dua sarana tadi, itu adalah upaya meningkatkan kualitas gabah dan standar harga. Dengan gudang hilir mudik distribusi juga dapat di kontrol. Sebab, jika ada gudang, kegiatan distribusi hasil panen gabah bisa terpusat.
 “Kalau terpsat, pemerintah tinggal mengatur tata niaga gabah dan memfasilitasi pengusaha gabah dari luar untuk membeli dengan harga standar pemerintah. Kalau semua gabah dibeli dengan harga standar maka petani sejahtera. Buat apa dibuat standar harga gabah pemerintah kalau tidak diterapkan,” tanyanya.
Data yang dihimpun asosiasi BPD khusus di Brang Rea menyebutkan, pemerintah setiap tahun memang  hanya memprioritaskan pembangunan infrastruktur pertanian  seperti jalan usaha tani dan irigasi.
Ada juga program bantuan peralatan pertanian seperti Hand Traktor, tapi faktanya kelompok sasaran hanya didata namun tidak terelaisasi hingga kini. Sebut saja kelompok tani di Lamuntet, Bangkat Munteh dan Tepas.
Petani Brang Rea katanya Ibarat ‘Tikus Mati di Lumbung Padi’. Artinya,  masuk sebagai lumbung padi namun [etani belihy beras saja harus mahal. Spekulan dan pengusaha luar daerah yang kaya dan senang diatas penderitaan petani.
 “Saya tidak percaya pengamanan gabah oleh Dolog. Dolog itu tunjuk pengusaha asal luar daerah tapi nyatanya tidak ada yang beli dengan harga standar di Brang Rea. Ini ada apa,” tukasnya ketus.
Sementara itu, Camat Brang Rea, Nurjahman mengakui yang sangat dibutuhkan petani yakni lantai jemur dan gudang. Hanya saja gudang tak bisa dibangun di Brang Rea karena minimnya areal pertanian non produktif.  Ditambah daya tamping KUD sebagai mitra pemerintah juga minim.
Kebanyakan petani disana, kata Nurjahman, menjual gabah mereka terlalu dini memang karena kebutuhan yang mendesak  ditambah tekanan pengusaha dan spekulan gabah. Pemerintah sudah membangun beronjong, sarana irigasi dan jalan.
 “Masalahnya, sejauh ini belum ada program yang bersinergi antara PU, badan ketahanan pengan dan dinas pertanian untuk mencari solusi masalah terbesar petani, yakni harga gabah serta stok pangan,” katanya.
Bupati Sumbawa Barat, KH. Zulkifli Muhadli, berpidato dalam pembukaan Musrenbang kabupaten mengatakan, pertanian tetap enjadi prioritas. Pemerintah memahami kebutuhan akan sarana dan prasarana pendukung produksi gabah sangat diperlukan. Unutk itu, kepala daerah mengarahkan agar seluruh Kecamatan dibangun fasilitas gudang dan lantai jemur.(ndy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar